Sudah melanglang di Ibukota sejak 1990 silam dan kini ingin membangun kampung halaman. Itulah prinsip yang dipegang Kades Blumbang, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali, Miftahudin. Sejak lulus SMA tahun 1990, Miftahudin hijrah ke Ibukota untuk mengadu nasib.
Promosi Sejak Era Sukarno, Sejarah Timnas Indonesia Jangan Kalah dari Malaysia
Perjalanan alumnus SMAN 1 Simo itu diawali dengan bekerja di sebuah distributor alumunium di Jakarta. Di perusahaan distributor itu, Miftahudin bisa bertahan hingga sekitar 1,5 tahun.
“Setelah memiliki pengalaman, kemudian saya pindah pekerjaan sebagai sales di sebuah perusahaan rokok terbesar di Indonesia,” ujarnya saat ditemui Espos di ruang kerjanya, Senin (8/8/2011).
Miftahudin menjelaskan setelah bekerja di perusahaan rokok, dirinya kemudian kembali berpindah lokasi kerja. Kali ini, Miftahudin bekerja di sebuah perusahaan biskuit.
Meski bekerja di berbagai perusahaan, namun naluri wirausaha terpatri pada diri suami dari Tumiyem ini. Selagi bekerja sebagai sales di perusahaan rokok, Miftahudin memiliki warung sate dan tongseng di kawasan Meruya, Jakarta Barat. Bahkan, warung itu kini masih berjalan dan dijalankan oleh adik kandungnya.
Miftahudin mengatakan setelah melanglang di Ibukota, sekitar tahun 1999, dirinya mencalonkan diri maju dalam Pilkades Blumbang. Namun, dari upaya itu, sebetulnya dirinya tidak berminat untuk menjadi Kades.
“Namun niatan untuk nyalon itu, dikarenakan ada keinginan dari warga Glagahombo yang berada di Jakarta dan membentuk Ikatan Kerukunan Keluarga Glagahombo (IKKG) untuk ada jembatan dalam memberikan bantuan ke warga. Akhirnya, niat nyalon ada dan ternyata menjadi pilihan warga,” papar pria kelahiran Boyolali, 7 Mei 1971 ini.
Diakuinya, dengan menjabat dua kali periode sebagai Kades, dirinya merasa bisa menerjemahkan pemikiran dan langkah konkrit antara IKKG dengan warga.
“Ternyata hal itu bisa memberikan manfaat bagi masyarakat di Blumbang sendiri, karena bisa memanfaatkan bantuan yang diberikan warga di Ibukota untuk tanah kelahiran mereka,” tandas dia.
Dengan adanya bekal kepercayaan itu, jelas Miftahudin, membuat dirinya mudah dalam mengaplikasikan keinginan dan kebutuhan masyarakat.
“Ada semacam jembatan antara yang memberi dan menerima. Sehingga akan lebih mudah dalam memanfaatkan bantuan yang diberikan,” pungkas dia.
(Ahmad Mufid Aryono)