Beberapa waktu lalu, Tom Gembus, anak semata wayang Jon Koplo yang masih TK mengikuti program pelatihan manasik haji di sekolahnya.
Promosi Meniti Jalan Terakhir menuju Paris
Rupanya pengalaman tersebut begitu lekat dalam ingatan Gembus, sehingga di rumah ia sering berteriak-teriak menirukan doa yang diajarkan, lari-lari kecil di serambi, lalu berjalan melingkar mengitari sebuah meja di tengahnya. Bukan hanya itu, kerikil-kerikil pun bertebaran di mana-mana. Inilah yang membuat Jon Koplo judheg. Ketika dimarahi, Gembus dengan enteng menjawab, “Aku lagi melempar setan kok. Kalau Bapak marah berarti Bapak membantu setan,” katanya membuat Koplo tak berkutik.
Kekesalan Koplo akhirnya tak tertahan ketika pulang kerja mendapati rambut Gembus pating brocel. Rupanya Gembus sengaja menggunting rambutnya sendiri seperti yang dilakukannya waktu pelatihan. “Dulu juga begitu kok!” jawab Gembus.
Apa boleh buat, Koplo terpaksa merapikannya sendiri potongan rambut anaknya. Ia tak ingin anaknya ditegur pihak sekolah.
Ternyata kekahwatiran Koplo benar. Esoknya, ia diminta menghadap Lady Cempluk, wali kelas Gembus.
“Maaf, Bapak, demi kebaikan bersama, saya mohon agar potongan rambut Gembus dirapikan. Boleh bergaya tapi sewajarnya saja,” terang Bu Cempluk tegas namun penuh hormat.
“Injih, Bu,” jawab Koplo sambil mengangguk. “Tapi sebenarnya bukan maksud ingin bergaya. Ini karena ulah Gembus sendiri. Katanya hanya menirukan seperti yang dilakukan waktu latihan manasik haji. Di rumah ia masih sering berlatih manasik sendirian, berteriak, berlari melempar kerikil, persis seperti yang diajarkan di sekolah,” terang Gembus.
Bu Cempluk jadi merasa bersalah. “Kalau begitu mohon maaf Pak, ini bukan salah anak Bapak, tapi kami juga merasa turut bersalah,” kata Cempluk yang merasa gelisah (geli-geli susah).
Yusuf Cahyono, Kaloran Lor RT 003/RW 005 Giritirto, Wonogiri