Jeng Janeth adalah seorang pendatang di Kota Gudeg. Sebagai pendatang, dia berusaha untuk bertahan hidup dengan bekerja sebagai seorang SPG. Layaknya SPG pada umumnya, Jeng Janeth dituntut untuk menjaga penampilannya, terutama ketika menjalani pekerjaannya tersebut.
Promosi Mendamba Ketenangan, Lansia di Indonesia Justru Paling Rentan Tak Bahagia
Seperti biasa, pagi itu, Jeng Janeth telah bersiap untuk berangkat kerja di sebuah mal terkenal di Jogja. Dengan dandanan modis dilengkapi dengan sepatu berhak, Jeng Janeth terlihat begitu cantik. Tak ketinggalan tas merah kesayangannya tertenteng di tangan kanan. Ketika membuka pintu kamar indekosnya, Jeng Janeth melihat bungkusan tas plastik yang berisi sampah miliknya.
“Wah, meh lali...” kata Jeng Janeth sejenak sebelum membawa bungkusan plastik tersebut untuk dibuang di tempat sampah. Kebetulan memang di dekat tempat kerja Jeng Janeth terdapat tempat sampah yang cukup besar. Tempat sampah tersebut biasa digunakan oleh masyarakat sekitar sebagai tempat pembuangan sampah massal.
Setibanya di tempat sampah yang dimaksud Jeng Janeth melempar sampah yang dia bawa dan menuju tempat kerjanya. Ketika sampai di depan mal, Jeng Janeth bertemu dengan Den Baguse.
“Jeng, tumben nggowo bungkusan, opo kui?” tanya Den Baguse.
“Bungkusan apa tho?” Jeng Janeth bertanya balik karena heran.
“Lha itu, di tangan kamu itu bungkusan plastik tho?”
“Waduh, blahi...” Jeng Janeth langsung lari kembali ke tempat sampah. Den Baguse menjadi heran melihat tingkah aneh Jeng Janeth. Ia pun mencoba mengikuti Jeng Janeth yang ternyata terlihat sedang mengorek-korek tempat sampah.
“Nah, untunge ketemu,” kata Jeng Janeth lega pada diri sendiri.
“Njijiki tenan Jeng, ngapain tho ngorek-ngorek tempat sampah?” tanya Den Baguse semakin heran.
“Eh, anu Den, tadi aku salah lempar,” kata Jeng Janeth menahan malu, “Aku mau melempar bungkusan sampah tadi, eh malah tasku yang tak lempar.”
“Oalah Jeng, makanya, sampah tuh jangan dibawa ke tempat kerja.” Celetuk Den Baguse.
“Hehehe....” balas Jeng Janeth sambil cengar-cengir.
Ika Krismayani
Joholanang, Sindumartani, Ngemplak, Sleman