Namun akhirnya, ia pun berani apel. Karena ia sudah tahu kegemaran bapak gebetannya yaitu suka catur. Maka dengan berbekal papan catur tentu beserta isinya ia memberanikan datang ke rumah pujaan hati. Kebetulan si bapak sedang bersantai di rumah.
Promosi Tragedi Kartini dan Perjuangan Emansipasi Perempuan di Indonesia
Melihat ada yang datang dengan membawa papan catur. Mas Behi yang kondhang galak itu berbinar. “Mau nantang catur tho Le.”
Si Pemuda tak berkutik, karena manut saja ketika Mas Behi memerintahkan untuk menggelar papan caturnya. Dan akhirnya pertandingan dadakan pun terjadi.
Walau sebenarnya dalam kemampuan bermain catur bapak gebetannya masih di bawah rata-rata, namun ia mencoba strategi untuk memberi hati pada calon mertuanya. Sehingga pertandingan pun seakan berjalan seru. Sambil berharap gadis pujaan hati anaknya bapak itu keluar menemani dirinya bertanding lawan bapaknya.
Namun sampai beberapa babak gadis pujaan hati tak keluar. Ketika jam sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB pertandingan berakhir. “Wah ngantuk Le, besok datang lagi ya,” kata si Mas Behi yang tampaknya puas karena berhasil meng-KO lawannya dua kali. Den Baguse pun menggangguk-angguk. Walau dalam hati menggerutu,
“Woo nasib-nasib, mau wakuncar dengan anaknya kok malah ngapeli bapaknya,” gerutunya sambil memasukkan bidak–bidak catur ke dalam papan. Apesnya lagi, selama bertanding juga tak keluar minuman apalagi suguhan.
Hamid Nuri
Prenggan, Kotagede