Sebagai pemandu wisata, Den Baguse memang biasa mengantar tamu baik wisatawan asing maupun domestik yang ingin melihat berbagai sudut keunikan Jogja. Termasuk ke Kotagede.
Promosi Mendamba Ketenangan, Lansia di Indonesia Justru Paling Rentan Tak Bahagia
Di Kota tua bekas ibukota kerajaan Mataram itu, selain mengajak mampir ke berbagai sentra kerajinan perak atau situs peninggalan Mataram juga tak lupa mengunjungi satu warung bakso yang memang sebagai ikon kuliner di kota itu.
Di warung itu ada yang unik, karena di tempat itu terpampang papan tulis yang unik karena bertuliskan huruf Jawa. Pada tamu-tamunya ia selalu menjelaskan tentang arti tulisan berhuruf Jawa itu. Walau tentu saja sebelumnya ia tanya dulu tentang arti tulisan pada si pemilik karena sebenarnya ia sama sekali buta tentang aksara Jawa itu.
Dan biasanya setelah dengan gaya meyakinkan menjelaskan tentang tulisan pada huruf Jawa itu, wisatawan pada mengangguk. Dan ada yang memuji karena tahu tentang huruf Jawa. Bahkan ada yang menepuk bahu dan mengatakan kalau dia sebagai anak muda yang masih melestarikan budaya nenek moyang.
Termasuk saat mengantar seorang antropolog dari Australia. Ia mengajak mampir ke warung itu. Dan seperti biasa ia pun mengatakan pada si bule itu tentang arti tulisan beruruf Jawa. “Itu artinya, Sugeng Dahar atau selamat makan,” kata Den Baguse dengan yakin.
Namun kali ini tamu yang diantar tidak mengangguk-angguk. Malah ia ngeyel dan mengatakan kalau artinya bukan itu. “ Artinya sepeda harap dikunci,”. Dan ketika ditanyakan pada Mas Behi, pemilik warung, ternyata arti tulisan itu adalah supaya sepeda dikunci. Mas Behi mengatakan papan tulisa berhuruf Jawa itu secara berkala memang selalu diganti.
Den Bagsue, sang pemandu muka jadi merah padam. Benar-benar malu. Kali ini ia benar-benar ketahuan kalau memang benar-benar nol dalam hal pengetahuan tentang aksara Jawa. Nasib-nasib, kok ada bule yang ternyata tahu aksara Jawa.
Hamid Nuri
Prenggan KG II/926
Yogyakarta 55172.