Esposin--Islam adalah agama kasih sayang. Allah menyifati diri-Nya sebagai zat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang (QS Al Fatihah 1: 3). Dia mengajarkan kepada manusia untuk saling berkasih sayang.
Promosi Borneo FC dan Kejamnya Drama Sepak Bola
Rasulullah Muhammad SAW mengajarkan bahwa barangsiapa yang tidak menyayangi, niscaya dia tidak disayangi (HR Bukhari-Muslim). Beliau juga mengingatkan umat Islam untuk menyayangi penduduk bumi agar penghuni langit menyayangi mereka (HR Abu Dawud).
Salah satu sifat orang beriman adalah saling menyayangi sesama mereka (QS Al Fath 48: 29), bahkan Rasulullah SAW menilai kasih sayang itu adalah keberkahan (HR Thabrani). Ramadan adalah saat yang tepat untuk menumbuhkan jiwa kasih sayang.
Sebulan penuh Allah memerintahkan kepada umat Islam untuk berpuasa. Puasa secara syar’i mendidik orang beriman untuk menahan nafsu makan, minum, dan bersetubuh pada siang hari.
Dengan lapar dan haus sepanjang hari selama sebulan penuh diharapkan tumbuh jiwa kasih sayang terhadap kerabat, sahabat, teman kerja, dan orang sekitar yang kurang beruntung.
Kasih sayang kepada mereka akan menjadi mesin pendorong untuk bersimpati dan berempati dalam bentuk berbagi rezeki kepada sesama. Rasulullah SAW mendorong umat Islam untuk berbagi, bersedekah, dengan memberi makan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa dengan menjanjikan pahala seperti orang yang berpuasa itu.
Beliau mengamalkan hal yang sama. Sedekah beliau selama bulan Ramadan digambarkan seperti angin yang semilir. Mengalir terus seolah-olah tiada pernah berhenti menghadirkan kesejukan bagi orang-orang di sekitarnya.
Alhamdulillah, umat Islam Indonesia terkenal dermawan. Selama bulan Ramadan masjid penuh dengan berbagai macam makanan dan minuman untuk berbuka dan sebagai teman mereka tadarus pada malam hari.
Kedermawanan dan kepedulian umat Islam itu juga ditunjukkan pada saat bangsa ini mengalami mushibah seperti tsunami di Nangroe Aceh Darussalam, letusan Gurung Merapi di Yogyakarta, gempa bumi dahsyat di Lombok.
Begitu pula saat bangsa ini menghadapi musibah Covid-19. Sekali lagi umat Islam menunjukkan kedermawanan dan kepedulian. Mereka bergotong royong membantu saudaranya yang harus melakukan isolasi di tempatkarantina mandiri.
Masjid-masjid membagikan bantuan bahanpokok kepada warga sekitar. Banyak anakyang merelakan tabungan mereka dipecah untuk disumbangkan kepada tenaga medis yang mengalami kekurangan alat pelindung diri.
Kepedulian dan Kedermawanan
Kepedulian dan kedermawanan merupakan salah satu bentuk kasih sayang.Disisi lain, secara hakiki puasa Ramadan mendidik umat Islam untuk selalu menundukkan hawa nafsu mereka kepada Allah, untuk mendahulukan kehendak Allah daripada kehendaknya sendiri, untuk selalu taatkepada Allah,dan tidak membuka ruang untuk berbuat masiat kepada-Nya sama sekali.Ketaatan yang dibiasakan 24 jam dalam sehari, tujuh hari dalam sepekan, dan selama sebulan penuh itu diharapkan dapat menjadi bagian dari kepribadian orang-orang beriman. Rasulullah SAW melarang umat Islam berkata dusta dan berbuat dustaselama berpuasa.
Jika dilanggar, puasamenjadi sia-sia, hanya mendapatkan lapar dan haus. Beliau menandaskan barangsiapa berpuasa dengan iman dan berharap pahala akhirat maka dosa-dosa yang telah lalu akan diampuni (HR Muslim).
Pada siang hari umat Islam diajarkan untuk banyak melakukan amal saleh, sedangkan pada malam hari mereka diajarkan untuk banyak melakukan ibadahdalam berbagai bentuk seperti berdoa, berzikir, tadarus Al-Qur’an, dan yang paling utama adalah salat malam.
Rasulullah SAW mengabarkan barang siapa bangun(salat) malam pada bulan Ramadan dengan iman dan berharap pahala akhirat, maka dosa-dosanya yang telah lampauakan diampuni (HR Al Bukhari).
Umat Islam yang berpuasa dengan benar akan disibukkan dengan ketaatan kepada Allah pada siang dan malam sehingga diharapkan pada akhir bulan Ramadan mereka berubah menjadi orang yang bertakwa.
Ibarat kepompong yang berubah menjadi kupu-kupu. Begitulah wujud kasih sayang Allah kepada kita sebagai hamba-Nya. Maka,wajar kalau bulan Ramadan disebut sebagai bulan kasih sayang.
Al-Ustaz H. Ahmad Sukina Pemimpin Pusat Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA)