Karena khawatir abu itu akan menyumbat talang air, maka sehari setelah hujan abu, Koplo membersihkan genting dan talang air. Dengan hidung ditutup masker serta berbekal cetok dan karung, Koplo naik ke atas genting.
Promosi Liga 1 2023/2024 Dekati Akhir, Krisis Striker Lokal Sampai Kapan?
Sedikit demi sedikit endapan abu yang cukup tebal itu diserok dan dimasukkan ke dalam karung. Pekerjaan bersih-bersih dari pagi hingga siang itu akhirnya selesai. Hasil bersih-bersih itu mendapatkan 5 karung abu vulkanis yang lumayan berat. “Wis, beres. Yen mengko sore udan, mesthi wis aman,” gumam Koplo.
Tetapi Koplo kesulitan untuk menurunkan karung-karung abu itu, “Wah, piye iki? Yen tak pikul mesthi boyokku semplok mengko,” ujar Koplo yang masih nangkring di atap.
Akhirnya Koplo menyeret karung-karung itu ke atas teras rumah. Tanpa ba bi bu, lalu karung itu dijatuhkan dari atap teras. Mak Buggg…! Bunyi karung itu berdebum cukup keras. Bersamaan dengan itu tiba-tiba istri Koplo, Lady Cempluk, menjerit dari dalam rumah, “Paaakkk…!”
Cempluk menghambur keluar rumah. Tangisnya pecah, “Ati-ati ta, Pak. Kok isa njiglok ki piye?” Tak berapa lama Cempluk terdiam, lalu melihat kiri-kanan. “Lho, bojoku endi?” gumamnya. Tak ada siapa-siapa, yang ada hanya karung berisi abu.
Cempluk pun melihat ke atas. Badalaaa…! Ternyata suaminya masih nangkring di atas atap rumah dalam keadaan sehat wal afiat. “Woalah, Pak, Pak. Tak kira sampeyan njiglok seka ndhuwur gendheng. Tiwas nganggo nangis barang,” ujar Cempluk lega campur kisinan. Koplo hanya cengengesan.
Adinda Cantika Primadita, RT 004/RW 019 No. 15 B, Mojosongo, Solo