Ceritanya, waktu itu kepala Jon Koplo pusing sekali. Dia bingung, di tasnya enggak ada obat sakit kepala. Tanya penumpang kiri- kanan ternyata juga enggak ada yang bawa bekal obat sakit kepala.
Promosi Tragedi Kartini dan Perjuangan Emansipasi Perempuan di Indonesia
Sesampai di daerah Sumedang, bus ngetem di rumah makan besar untuk memberi kesempatan penumpang makan dan minum serta istirahat. Jon Koplo yang sejak tadi nyekeli bathuk merasakan pusing tidak ada nafsu untuk makan, bahkan beranjak dari kursi bus saja malas.
“Kacang rebus, tahu, arem-arem… Silakan Om, tinggal pilih,” seorang bocah pedagang asongen, sebut saja Tom Gembus, menghampiri sambil menyodorkan dagangannya.
Jon Koplo tidak menggubris, tetap nyekeli bathuk.
“Kenapa, Om? Sakit kepala ya?“ tanya Tom Gembus.
“Ada obat sakit kepala, enggak?” Jon Koplo balik tanya.
“Enggak ada, Om. Tapi bisa saya belikan di rumah makan itu, ada kok,” jawab Gembus.
Merasa ada yang akan menolong, tanpa pikir panjang Jon koplo menambil uang Rp 20 ribuan dan menyerahkan kepada Tom Gembus. “Tolong belikan satu kaplet obat sakit kepala, segelas air minum tanggung dan roti apa saja terserah. Nanti kembaliannya buat kamu,” pinta Koplo. Tom Gembus langsung pergi setelah menerima uang.
Sementara itu hampir setengah jam Koplo thenger-thenger menunggu Tom Gembus enggak kunjung datang juga. Sampai semua penumpang masuk kembali ke bus dan bus kembali meneruskan perjalanan, Tom Gembus tidak kunjung nongol. “Semprul tenan…! Asem kecuuut…!” Koplo misuh-misuh menyesali kekoploannya sendiri sambil memegang kepalanya yang tambah puyeng.
Sopan Santoso, RT 003/RW 006, Sumber, Banjarsari, Solo