Setelah muter-muter sampailah mereka di sebuah permainan kincir angin. “Naik ini aja ya, Le? “ seru koplo. Gembus menggangguk. “Mas kalih jenengan mawon nggih?” kata Cempluk. Berdalih kurang sehat, Koplo menolaknya dan menyuruh Cempluk untuk menemani Gembus.
Promosi Komeng Tak Perlu Koming, 5,3 Juta Suara sudah di Tangan
Petugas pun menghentikan laju kincir angin. Membukakan pintu masuk di bundaran mirip dengan sangkar burung itu.Tak lama kemudian, Gembus dan Cempluk pun terbawa naik putaran kincir, sementara Koplo sibuk mengabadikan gambar dengan kamera handphone-nya. Nampak Gembus tersenyum sementara Cempluk hanya melambaikan tangannya. “Ekspresi yang bagus!” batin Koplo melihat hasil bidikan kamarenya.
Seakan belum puas, Koplo terus mengambil gambar dari angle yang berbeda. Namun karena putaran kincir yang makin kencang membuat Koplo kesulitan menfokuskan obyek jepretan. Dari beberapa gambar yang diambil, Cempluk terlihat melambaikan dua tangannya terus, membuat koplo heran. “Apa ndak ada gaya yang lain?” batin koplo.
Baru saja Koplo ingin mengambil gambar sekali lagi, HP-nya berdering-kencang. Ternyata Cempluk yang menelepon. “Yayayayaya..!” kata Koplo keras dan bergegas menuju petugas yang jaga. “Maaf Pak, bisa dihentikan permaianannya? Sudah cukup,” ucap Koplo sedikit panik. Petugas itupun bergegas menghentikan laju kincir angin.
Terlihat Gembus turun sementara Cempluk wajahnya nampak memerah. “Sampeyan itu gimana ta, Mas? Suruh menghentikan putarannya malah sibuk foto-foto.”
Rupanya dari sejak putaran yang pertama, Cempluk takut ketinggian. Memberi aba-aba pada Koplo agar dihentikan saja permainannya, justru dikiranya Cempluk sedang dada-dada kepadanya. Oalah...
Yusuf Cahyono, Kaloran Lor RT 003/RW 005, Giritirto, Wonogiri