Esposin, JAKARTA -- Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pemberhentian Kapolri dan penunjukan Wakapolri dianggap mengubah suasana di Polri.
Promosi Persib Bandung, Timnas Indonesia dan Percaya Proses
"Kita sejuk [sebelum kepres], setelah itu berdampak luas kepada masyarakat," kata mantan Kapolri, Jenderal Pol. Sutarman saat memberikan sambutan pada upacara penyerahan tugas, wewenang, dan tanggung jawab Polri kepada Wakapolri, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (21/1/2015).
Menurut dia, biarkan masyarakat yang menilai hal itu. "Kepada seluruhnya saya ucapkan terima kasih ke seluruh personel Polri" katanya.
Desakan pencopotan Jenderal Pol. Sutarman sebagai Kapolri sebenarnya sudah berembus sejak lama, bahkan sebelum Jokowi dilantik sebagai Presiden. Salah satu alasan desakan pencopotan Sutarman saat itu adalah penanganan kasus Obor Rakyat oleh Bareskrim yang lambat.
Oktober lalu, Ketua Presidium IPW, Neta S. Pane, terang-terangan salah satu cara melakukan perbaikan di institusi Polri adalah dengan melakukan perombakan besar dan mengganti pucuk pimpinan tertinggi di kepolisian. “Untuk itu IPW menyarankan agar Presiden Jokowi segera melakukan pergantian terhadap Kapolri Sutarman,” kata Neta, Kamis (16/10/2014.
Menurut Neta, ada tiga alasan pucuk pimpinan tertinggi Polri harus segera diganti setelah Jokowi dilantik menjadi Presiden RI ke tujuh. Pertama, pergantian tersebut didasarkan pada semangat Revolusi Mental Jokowi untuk menegakkan hukum di Indonesia.
Alasan yang kedua, menurut Neta, semua relawan Jokowi-JK pernah kecewa dengan sikap pimpinan Polri yang masih belum menuntaskan kasus Obor Rakyat. Majalah Obor Rakyat dinilai melakukan fitnah terhadap Jokowi saat masa kampanye capres-cawapres berlangsung.
“Tragisnya, elite-elite Polri malah membalikkan situasi, seolah kasus itu tidak bisa dituntaskan karena Jokowi tidak mau diperiksa penyidik,” jelas Neta saat itu.