Musik kasidah pernah meramaikan jagat hiburan populer di Indonesia. Kasidah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi IV bermakna bentuk puisi berasal dari kesusastraan Arab, bersifat pujian (satire, keagamaan), biasanya dinyanyikan (dilagukan).
Promosi Persib Bandung, Timnas Indonesia dan Percaya Proses
Sekitar tiga dasawarsa lalu, kasidah membawa Islam masuk ke ranah industri musik populer Indonesia. Ketika itu musik kasidah itu tak hanya menampilkan lagu-lagu berbahasa Arab.
Tiga dasa warsa lalu, lirik-lirik lagu kasidah menjadi akrab di telinga penikmat musik populer Indonesia melalui syair berbahasa Indonesia. Di antara lagu-lagu kasidah yang terkenal adalah Perdamaian, Anakku, Kota Santri, Bom Nuklir dan sebagainya.
Salah satu grup kasidah yang pernah sangat terkenal di tingkat nasional yaitu Grup Nasida Ria asal Kota Semarang, Jawa Tengah. Grup ini beberapa kali hadir di kancah internasional. Mereka tampil di Malaysia, Jerman dan Hongkong. Hadirnya grup yang anggotanya perempuan semua itu membawa Islam bersinar di jagat seni musik.
Seiring berjalannya waktu, dengan makin banyaknya genre musik populer, pamor kasidah kian meredup. Kasidah jarang tampil di radio, televisi dan jarang sekali diulas di media cetak atau media online. Tapi, secara faktual kasidah tetap hidup. Grup-grup baru bermunculan, lagu-lagu baru dianggit, penggemar beregenerasi.
Bebeberapa hari lalu, Kota Solo menjadi kota pertama tempat penyelenggaraan Lomba Kasidah Nasional 2012. Lomba ini untuk melestarikan kasidah sebagai kesenian religi. Manajer Grup Kasidah Nasida Ria, Choliq Zain, mengatakan kodisi musik kasidah saat ini biasa saja. Grup-grup kasidah tumbuh dan beraktivitas di berbagai wilayah di Tanah Air, tapi tak sepopuler kasidah pada era 1980-an.
Kasidah, kata Choliq, berasal dari bahasa Arab qoshidah yang artinya syair (berbahasa Arab) yang dinyanyikan. Di Indonesia, kasidah kali pertama populer dengan kehadiran penyanyi Nur Asiah Jamil, grup kasidah Assabab dan Nasida Ria.
“Musik kasidah sarat dakwah. Menurut saya, harus jadi trend setter, dan sebaiknya tidak ngikut budaya popular. Kasidah harus berkiprah dengan pemahaman bermusik untuk membentuk pasar, bukan bermusik sesuai selera pasar,” papar Cholik melalui surat elektronik yang diterima Esposin, Rabu (20/6/2012).
Menurut Choliq, penekun musik kasidah bermisi menghibur masyarakat sambil berdakwah. Kasidah didedikasikan tak hanya sebagai tontonan tapi juga tuntunan.
Peran Media
Dosen Notasi dan Transkrip Nusantara Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Waluyo Sastro Sukarno, mengatakan seni musik islami yang dikenal masyarakat di Indonesia adalah hadrah dan kasidah. Hadrah biasanya menggunakan lagu-lagu asal Timur Tengah yang berbahasa Arab. Instrumen pengiringnya berupa terbang atau rebana.
Musik kasidah berkembang sesuai zaman. Syairnya tak hanya berbahasa Arab, banyak lagu kasidah berbahasa Indonesia dan Jawa. Instrumennya tak hanya rebana, tapi dilengkapi instrumen musik modern seperti biola, keyboard, gitar, drum dan sebagainya.
Waluyo menjelaskan hadrah dan kasidah bernasib sama dengan karawitan dan keroncong, terpinggirkan. Jenis musik itu terpinggirkan bukan karena kualitasnya yang jelek tapi kalah oleh logika musik populer. Genre musik lain lebih bisa populer karena ditunjang modal besar dan industri dengan perhitungan penghasilan yang jelas.
”Hadrah dan kasidah bermuatan dakwah. Misinya dakwah,” ujar pelatih seni Santiswara Laras Madya Masjid Nurul Huda, Kaplingan, Jebres itu.
Waluyo yang mengajar mata kuliah tembang itu merasa prihatin dengan terpinggirnya kasidah dan hadrah serta musik-musik tradisi seperti keroncong dan karawitan. ”Apa yang salah dari strategi kebudayaan kita? Nilai-nilai budaya kita banyak sekali tapi banyak yang terpinggirkan,” ucap pengajar Apresiasi Seni Karawitan di Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) itu.
Menurut Waluyo, peran media sangat besar terkait eksistensi kesenian, termasuk seni religi. Kekuatan media menentukan sebuah seni terpinggirkan atau berkembang. Kalau tidak ada media yang peduli terhadap kasidah dan hadrah, musik-musik itu akan tetap terpinggirkan.
Faktor lainnya yakni kepedulian pemerintah dan kerja sama semua pihak. Penekun kasidah dan hadrah harus kreatif kemudian mengomunikasikan karya mereka agar diterima masyarakat dan didukung media massa. Kasidah dan hadrah adalah seni penjaga muruah Islam yang sampai kini bertahan dan berkembang walau terpinggirkan dan kalah oleh arus besar budaya (musik) populer.