“Sudah, suah, sudah, kenapa mesti menangis, aku kan sudah di sampingmu,” ucap Den Baguse mencoba menenangkannya.
Promosi Piala Dunia 2026 dan Memori Indah Hindia Belanda
“Huuu.. huu.. huu. Mengakunya mau meeting pekerjaan di kantor, tak tahunya kamu pergi dugem bersama perempuan lain...” ujar istrinya sambil sesenggukan.
“Ya ampuuun sayaaang, masih saja belum percaya padaku...?” Den Baguse mengelaknya.
“Bohoooooong!” sambil melemparkan pelukan sang suami.
“Beneeeer, Mas tu baru ada meeting bersama klien di kantor,” jelasnya meyakinkan sang istri tercintanya. Namun tak kan mudah percaya begitu saja Jeng Jeneth dengan Den Baguse.
“Dasar, laki-laki gatal, hidung belang, saya kurang apaaa dalam membahagiakan Mas,” berbagai macam kata ungkapan, yang tidak terpuji itu diungkapkan kepada Den Baguse malam itu.
Tak lama kemudian, akhirnya Den Baguse merasa terpojokan oleh sang istri. Dia tak kuasa lagi mengelak dengan seribu alasan, akhirnya ia mengakui kesalahannya malam itu.
“Maafkan aku sayang, sungguh aku khilaf. Aku akan berjanji tidak akan mengulanginya lagi,” ungkap Den Baguse dengan menciumi kaki sang istri.
“Gombaaal. Memangnya dengan semudah itu aku mau memaafkanmu, Mas?” Den Baguse terus merengek mengemis maaf pada sang istri.
“Bagaimana kamu bisa mengerti aku jalan sama orang lain sayaaang?” rengeknya begitu memelas.
“Mas... Mas... Memangnya aku ini orang bodoh yaa, tentu saja aku tahu, bahkan melihatnya di sana!” jawab sang isteri ketus.
“Maksud sayaaang?” Den Baguse mulai penasaran.
“Aku kan pergi dugem juga sama Mas Behi kawan sekantormu itu!”
“Jadi Sayaang???”
(Dika, Ambarrukmo).