Setiap sore ia muter dari kos ke kos untuk menjajakan dagangannya. Dasar cah kendel tur ora isinan, ia pun bludhas-bludhus keluar masuk kos-kosan meskipun penghuninya belum ia kenal.
Promosi Piala Dunia 2026 dan Memori Indah Hindia Belanda
Suatu hari ia singgah di sebuah rumah kos dekat kampusnya. Satu persatu dagangannya mulai laku. Cempluk tambah semangat mempromosikan dagangannya dengan gayanya yang wasis dan luwes. Para mahasiswi yang menjadi target sasarannya pun mulai memilih dan memilah bros-bros Cempluk.
"Wah, laris manis tanjung kiprit..." batin Cempluk.
Setelah tak ada lagi yang membeli, Cempluk pun mulai mengemasi bros-brosnya dan berpamitan pada para pembelinya.
"Permisi Mbak, saya pergi dulu ya..." ucap Cempluk dengan kemayu.
"Ya Mbak, besok tanggal muda ke sini lagi bawa bros yang bagus-bagus," pesan para mahasiswi itu.
"Oh, beres..." jawab Cempluk sambil berdiri. Namun saat berdiri itulah Cempluk merasakan roknya bertambah panjang.
"Lho, rokku kok tambah dawa?" batinnya. Baru selangkah saja Cempluk berjalan, salah satu pembelinya menegur, "Mbak, Mbak, roknya mlotrok, Mbak...!"
Cempluk yang baru sadar bahwa roknya makin panjang karena melorot itu pun buru-buru menyelamatkan diri dengan wajah abang-ireng kisinan.
(Siti Fatimah, Gunung Sudo RT 01/RW VII Malangan, Bulu, Sukoharjo 57563)