Sri Susilo merupakan salah satu anggota DPRD Boyolali dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP). Namun, siapa sangka dibalik jabatannya sebagai anggota dewan ia adalah seorang dalang.
Promosi Borneo FC dan Kejamnya Drama Sepak Bola
Ia lebih akrab dipanggil dengan sebutan Dalang Thengkleng. Panggilan thengkleng bukan tanpa alasan. Ketika manggung bersama sejumlah dalang di Balaikota Solo tahun 1999, dirinya mendapat julukan baru itu. Dalang kondang Ki Anom Suroto melihatnya tampil. Ia pun nyeletuk.
“Dalang kok kayak thengkleng (masakan khas Solo-red) tapi terampil memainkan wayang,” tuturnya kepada Espos, Senin (27/6/2011) menirukan ucapan Ki Anom Suroto.
Ucapan Ki Anom Suroto didasarkan karena postur tubuh Sri Susilo yang tergolong cukup kurus tapi tinggi. Dirinya kemudian dikenal dengan panggilan dalang Thengkleng. Menurutnya, julukan ini membawa hoki tersendiri.
Lelaki kelahiran 8 Juli 1962 itu mewarisi bakat mendalang dari ayah dan kakeknya. Ia tak pernah membayangkan bakal terjun ke dunia politik hingga menjadi anggota DPRD Boyolali. “Sebelum memutuskan untuk masuk ke dunia politik, saya melakukan perenungan dan pertimbangan,” terangnya.
Ia lantas melakukan tirakat. Dari wejangan guru spiritualnya, ia harus menaiki tujuh gunung yang ada di wilayah Kudus. Ternyata nama-nama gunung itu semuanya adalah sosok tokoh dalam pewayangan yaitu Wisanggeni, Polosoro, Abiyoso, Ismoyo, Mayangkoro, Sakri dan Gondomono.
Setelah duduk sebagai wakil rakyat, dia menjadi paham dengan segudang persoalan yang dihadapi pemerintah maupun legislatif. Hal ini sangat kontras ketika masih sebagai seorang seniman murni. Dulu ia sering melancarkan kritik pedas dan blak-blakan.
Kekritisan tersebut masih tetap dijaganya namun dalam penyampaiannya diusahakan santun. Bahkan, saat bergelut di dunia seni, Bapak tiga anak ini tak segan menyampaikan informasi program pembangunan yang tengah dikerjakan Pemkab Boyolali dan DPRD.
“Prinsipnya selalu melakukan sonjo, layat, sambang dan jagong,” tuturnya. Artinya, sebuah perbuatan yang menonjolkan bentuk silaturahmi dengan tetangga dan masyarakat pada umumnya. Duduk sebagai wakil rakyat digunakan sebagai penyalur aspirasi warga. Menurutnya, sebagian besar memang mengharapkan sentuhan pembangunan infrastruktur.
(Farida Trisnaningtyas)