Promosi Persib Bandung, Timnas Indonesia dan Percaya Proses
“Ya itukan hanya sedikit yang bisa saya lakukan, semuanya belum seberapa,” ungkapnya merendah. Dia mengungkapkan kegemarannya berorganisasi merupakan sarana agar semangat berbaginya tak luntur. Dirinya berharap gerakan yang dilakukan dalam organisasi ini menjadi langkah pasti yang kemudian menggelinding seperti bola salju. Langkah ini bisa menyentuh semua komunitas, kelompok maupun sanubari setiap individu. “Sekarang ini masih langkah kecil tapi saya yakin program kemanusiaan ini dapat menggelinding bak bola salju,” tegasnya.
Apakah ada hal lain yang membuatnya termotivasi untuk berbagi? Saat pertanyaan itu dilontarkan Espos, Pak Santo hanya tersenyum. Dia kemudian mengutip sabda Rasulullah SAW Khairunnas anfa’uhum linnas yang artinya "sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang bermanfaat bagi orang lain." Mengikuti organisasi yang menjujung tinggi nilai-nilai kemanusiaan seperti halnya PMI membuatnya terus merasa tergugah dan tak ingin tutup mata. Memupuk sikap peduli bukan hanya teori pada buku, untuk mengamalkannya mereka harus terjun langsung dan bersentuhan dengan mereka yang membutuhkan. Ibaratnya dengan setitik darah maka nyawa seseorang bisa terselamatkan. Pak Santo mengakui meski PMI telah dikenal khalayak, namun gaung kegiatan ini tidak hanya dilakukan sekali dan dua kali.“Semua harus berkesinambungan, menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Dan saya ingin terlibat lebih jauh didalamnya,” tegas dia.
Tak berlebihan jika dia getol untuk terus memperbaiki sarana prasana, menyiapkan infrastruktur dan kebutuhan lainnya untuk melayani masyarakat. Pak Santo yang mulai bergabung pada tahun 1991 ini meyakini dengan kerja keras dan dukungan sejumlah pihak usaha ini dapat maksimal. Untuk bederma dan peduli dengan sesama, semua orang bisa melakukannya. Jika tidak bisa menyumbang dana, kepedulian dengan cara donor darah pun juga bisa dilakukan. Pak Santo mengungkapkan bangsa ini membutuhkan mereka yang memiliki kepedulian tinggi pada keluarga, lingkungan sekitar dan bangsanya. Dan hal itu dapat dimulai dengan langkah-langkah kecil. “Jiwa sosial memang harus dipupuk sehingga jadi pembiasaan yang baik,” ungkapnya.
Dina Ananti Sawitri Setyani