Prevalensi Perokok Anak Kian Tinggi, Mulai Merokok Sejak SD karena Dibully
Riset Yayasan Kakak menyebut anak mulai merokok sejak usia SD dengan beragam latar belakang.
Riset Yayasan Kakak menyebut anak mulai merokok sejak usia SD dengan beragam latar belakang.
Jumlah perokok anak di Indonesia kian meningjat dari tahun ke tahun.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengestimasi kenaikan prevalensi perokok anak 16% pada 2030 jika kita tidak segera melakukan upaya komprehensif untuk mengendalikan.
Yayasan Kakak menyebut dalam rangka mengurangi jumlah perokok anak perlu kerja sama dari semua pihak untuk mencegah bertambahnya perokok anak di Indonesia.
8 juta di antaranya adalah perokok anak yang ikut merokok karena pengaruh teman, di mana mereka yang berusia remaja bisa merokok satu sampai dengan lima batang per harinya.
Hasil survei menunjukkan bahwa rokok ternyata sudah dikenal anak-anak sejak usia di bawah 12 tahun atau saat duduk di bangku kelas V SD.
Para turis asing pilih menggunakan jalur darat untuk ke Solo setelah berkunjung ke Jogja dan Bali.
Konsumsi rokok berkontribusi terhadap rendahnya kualitas hasil pendidikan atau partisipasi sekolah, hingga berujung pada kemiskinan.
Hasil riset Yayasan Kakak Solo terkait anak-anak yang menjadi perokok sejak Sekolah Dasar (SD).
Wacana pelarangan penjualan rokok eceran atau ketengan sangat didukung karena bisa menekan jumlah perokok pemula atau perokok anak.
Berdasarkan riset, kalangan anak-anak menjadi sasaran penjualan rokok eceran, sehingga membuat Jokowi melarang rokok dijual batangan.
Besarnya selisih tarif cukai hasil tembakau (CHT) antargolongan pada struktur tarif CHT menimbulkan rokok dengan harga murah.
Silahkan mendaftar untuk mengakses dan membaca Koran Solopos Edisi
Espos Plus adalah platform berita premium baru yang memberi Anda keunggulan menyeluruh untuk terus menjadi yang terdepan dalam berita Indonesia. Untuk mengakses konten eksklusif kami, Anda harus berlangganan.