Kendati akhirnya pernyataan itu diklarifikasi, tapi apa yang disampaikan Menkes jelas dituding melegalkan seks bebas khususnya di kalangan remaja.
Promosi Komeng Tak Perlu Koming, 5,3 Juta Suara sudah di Tangan
Menkes beberapa waktu lalu menyampaikan akan kembali mengkampanyekan penggunaan kondom pada kelompok seks berisiko. Hal itu menurutnya, menjadi salah satu indikator penting untuk menurunkan angka HIV/AIDS di Indonesia yang kasusnya masih sangat tinggi.
Namun belakangan pernyataan itu menimbulkan kontroversi karena Menkes menyatakan akan melakukan sosialisasi di kalangan usia muda yaitu 15-24 tahun. Berdasarkan dana Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) diketahui ada sekita 2,3 juta wanita dewasa muda yang melakukan aborsi karena melakukan hubungan seks di luar nikah.
Parahnya lagi, praktik hubungan seks berisiko hampir pasti terjadi di beberapa tempat yang terbilang rawan seperti pelabuhan, terminal, daerah wisata dan pertambangan. Hal ini tentunya menjadi PR bagi Kementerian Kesehatan, dan berupaya melakukan terobosan untuk mengatasi penyebaran HIV/AIDS di antaranya melalui pendekatan komprehensif dan integratif mulai dari tingkat primary care.
Bahkan Daerah Istimewa Yogyakarta berada di peringkat ke Sembilan dari 33 provinsi di Indonesia dalam jumlah penderita HIV/AIDS. Dan Kota Jogja menduduki peringkat pertama dalam hal banyaknya jumlah penderita.
Frekuensi kasus HIV/AIDS di DIY pada 1993-2011 mencapai 1580 orang, dan 485 di antaranya tercatat ada di wilayah Kota Jogja. Dari data tersebut diketahui 1269 masih hidup, 188 meninggal dunia dan 51 lainnya tidak diketahui nasibnya.
Artinya penggunaan alat pengaman memang harus menjadi pertimbangan utama dalam hal menekan angka penderita HIV/AIDS. Pasalnya data menunjukkan, penularan HIV naik terus meskipun kampanye kondom terus gencar di kalangan seks berisiko. Bahkan hubungan seks berisiko juga terjadi di kalangan remaja, yang disinyalir sangat rentan akan penularan HIV/AIDS.
Mungkin bukan maksud dari Menkes untuk melegalkan seks bebas di kalangan remaja. Pada intinya semua kembali kepada bagaimana cara kita mendapat informasi terkait dengan kampanye penggunaan kondom tersebut.
Pada dasarnya remaja usia 15-24 tahun perlu dan berhak mendapatkan informasi mengenai kesehatan reproduksi, pendidikan agama yang lebih baik, pendidikan moral dan bagaimana mereka juga berhak diberi pengertian akan bahaya obat-obatan terlarang yang bisa merangsang nafsu seks termasuk miras dan sebagainya.
Pada dasarnya pelayanan kondom jangan dijadikan hal yang utama dalam mengatasi prilaku seks bebas, tingginya penderita HIV/AIDS di kalangan remaja. Namun bagaimana upaya bersama melakukan gerakan agar generasi muda tidak terjerumus dalam hubungan seks beresiko menjadi prioritas. Caranya, menggalakkan pendidikan agama, moral, kesehatan reproduksi, dan bahaya narkoba.