Kebohongan publik yang dimaksud yaitu bahwa pemerintah dan pihak-pihak tertentu mengetahui keberadaan suaminya saat ini. Melalui organisasi Ikatan Keluarga Orang Hilang (Ikohi), Sipon selalu memperjuangkan 13 aktivis yang diculik pada masa 1996-1998. Perjuangannya sebagai aktivis tak lekang oleh waktu. Hingga kini, saat kehilangannya sudah berjarak 14 tahun, ia tak pernah berhenti bersuara. Serupa puisi berjudul Sajak Suara yang pada baitnya dituliskan “sesungguhnya suara itu tidak bisa diredam, mulut bisa dibungkam”.
Promosi Mendamba Ketenangan, Lansia di Indonesia Justru Paling Rentan Tak Bahagia
Peristiwa terkini yaitu pada saat di gedung DPR, ia bersama para anggota keluarga yang kehilangan anggota keluarga mendatangi para wakil rakyat menuntut kejelasan keluarga mereka yang hilang. Saat itu, tutur Sipon, hampir semua keluarga mengaku tidak bisa lagi berkata-kata. Mereka sangat kecewa karena perjuangan belasan tahun tidak pernah diperhatikan. “Saya tanya satu- satu, tapi jawabnya.... habis kata-kata, kelu lidah,” tuturnya.
Sipon dalam Ikohi merupakan tokoh sentral dan ikon karena keberanian dan kenekatannya. Sipon memiliki keyakinan suaminya, Wiji Thukul atau Wiji Widodo, saat ini masih ada, hidup dan mulia di tengah-tengah masyarakat. Informasi itu ia peroleh dari aktivis ‘98 yang saat ini sudah menduduki jabatan wakil rakyat. “Saya diberi tahu, kalau Wiji diamankan. Sekarang di Pucangsawit. Dan saya tidak boleh ke sana. Alasan mereka mengamankan dia, agar tidak mati dibunuh. Dia diselamatkan,” terangnya.
Dan kini, ia meyakini, suaminya memiliki apa yang ia cita-citakan, salah satunya adalah tanah seperti keinginannya pada puisi berjudul Tentang Sebuah Gerakan. Sipon meyakini Wiji telah berganti identitas.